Sabtu, 05 September 2009

Pinjam Mobil Kok Gak Dibalik-Balikin Sih???

Lagi ramadhan gini boleh gak sih kesal??? hehehehe tapi ini kesal berdasarkan fakta lho, bukan sembarangan main kesal. Kekesalan ini berasal dari berita yang ditulis rekan-rekan pers Surabaya beberapa hari terakhir ini.
Eh dimana-mana, seseorang yang pinjam sesuatu atau dipinjami itu kan punya kewajiban mengembalikan ya? tapi gak loh, ada juga kok yang cuek aja. Malah ampe dikejar-kejar disuruh mengembalikan, eh malah sewot, malah-marah gitu. Ini cerita tentang "attitude" segelintir mantan anggota dewan Surabaya yang tidak elok. Udah habis masa jabatan-mana gak kepilih lagi, properti alias mobil dinas yang dikasi pinjam alias diamanatkan oleh rakyat itu malah masih enak-enakan dikuasai.
Giliran ditagih suruh mulangin, pada mencak-mencak. Ngomong habis manis sepah dibuang-lah, pengabdian tidak dihargai lah, duuuh malu-maluin banget. Ada lagi yang bikin geregetan, masak iya mereka bilang bakal ngembalikin mobil dinas itu ntar habis lebaran. Mau dipake Idul Fitri dulu gitu.. Ada juga yang bilang, mau dikembalikan kelar Idul adha. Phuiiih !
Please deh pak ! Kalo bukan hak-nya lagi, segeralah dikembalikan. Jangan dibuat seolah-olah mobil dinas itu warisan kakek buyut yang harus dipertahankan. Dan kalaupun memang mengembalikan, ya yang ikhlas. Jangan malah dikembalikan, tapi akinya udah dicobot, onderdilnya dipreteli dan sebagainya. Kalo perlu sih, dikembalikan dalam kondisi yang lebih bagus, dan sekali lagi ikhlas.
Maaf, bukannya jadi sok menggurui di bulan yang luar biasa ini, tapi sebagai hamba Allah bukannya kita diwajibkan untuk berbuat baik dan saling mengingatkan. Menjaga amanah memang berat, tapi lebih berat lagi tho bila kita tak mampu mempertanggungjawabkan amanah itu.

curhat ini juga bisa diklik di facebook catatan jeni at jeniwahyu@yahoo.com

Selasa, 25 Agustus 2009

Memikirkan Miss Universe Semalam
Senin malam (24-8), mata belum mengantuk, dan meniatkan menonton beberapa tayangan televisi. Mengklik channel Indosiar, yang menayangkan langsung grand final Miss Universe. Dilansir koran Senin pagi, putri kita, Putri Indonesia Zivanna Letisha Siregar tak lolos 15 besar. Ehm, sempat kecewa, meski terbersit harapan siapa tahu bisa menyabet award lainnya, Miss Photogenic kek, Miss Congeniality kek, or the best National Costume. Ya, hitung-hitung biar tidak rugilah mengirim kontestan ke Bahama.
Sepanjang acara, dan sebagai pemirsa rasanya kesal banget-nget nonton kontes putri ayu sejagat itu. Memang aku terlambat menyesali, kenapa kita ikut-ikutan mengirim kontestan kesana. Kontes yang katanya mengutamakan brain itu, kok di mataku sekedar adu ayu dan seksi saja. Heran juga, kenapa tahun ini adem ayem saja alias tidak ada yang memprotes supaya Indonesia men-stop mengirim kontestan Miss Universe.
Dari 15 finalis yang terpilih malam itu, tak ada satupun wakil dari Asia. Bahkan Zivanna yang pollingnya masuk 3 besar itupun tak disebut. Padahal aku yakin, pasti adalah satu-dua kontestan asia yang layak masuk final, tentu karena kecerdasannya dan cas-cis-cus bahasa Inggris. Dan benar saja kan, saat 5 besar, finalis yang disodori pertanyaan, pada sibuk menjawab pakai bahasa negaranya sendiri lengkap diterjemahkan sang interpreter ke dalam salah satu bahasa dunia, tentu kecuali miss Australia. Hih memalukan sekali.
Capek banget tuh penerjemahnya ntar, apa-apa omongannya Miss Universe kalau misalnya lagi keliling dunia mesti dialihbahasakan. Huh, nyusahin aja ya.
Memolototi final MU selama 2,5 jam membuat aku merenung dan berpikir. Menjadi duta perdamaian dunia, duta kampanye HIV/AIDS atau apalah misi yang digembar-gemborkan MU, tak perlulah menjadi Miss Universe lebih dulu. Toh banyak juga yang sudah menjadi duta dengan caranya sendiri. Dan justru malah dikenang sampai mati.
Apalagi di kontes itu, ada juga sesi penilaian mengenakan bikini, dan gaun malam. Apa manfaatnya coba. Dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan misalnya duta perdamaian, bla-bla-bla. Memang, dalihnya tidak ada yang salah karena berbikini di pantai. Tapi, mereka juga mengenakan bikini di catwalk panggung, sekali lagi untuk dinilai.
Hihihi, jadi teringat tulisan Cak Nun saat Indonesia mengirimkan Alya Rohali ke MU, waktu itu kalau tidak salah aku masih SMP kelas 2. Entah dimana kliping tulisan Cak Nun waktu itu.
Kupikir-pikir lagi, daripada keluar budget banyak untuk memodali putri Indonesia ke ajang seperti itu, ya mending duitnya disumbangkan tunai ke program yang lebih nyata dan langsung dirasakan manfaatnya.
Buat apa juga ikutan, kalau kita sudah bisa menebak hasilnya, nama wakil Indonesia tak akan dipanggil jadi finalis. Mempromosikan Indonesia? Sudah seabreg cara kok dilakukan supaya banyak turis datang ke negara kita yang indah ini. Ada juga yang tidak mendengar promosi kita, justru malah bisa sampai kesini.
Sayangnya, berita sementara yang dilansir koran ini, tahun depan Yayasan Putri Indonesia masih akan mengirimkan wakilnya lagi. Syarat yang dipatok: tinggi, pintar, berpengetahuan luas, dan fasih berbahasa Inggris.
Sudahlah, kenapa kita masih ngoyo ingin diadu lagi. Cukuplah menjadi putri di negeri sendiri, memelihara kedua sayap cinta yang kita miliki untuk mampu menebarkan damai dan merengkuh mereka yang membutuhkan kita.
Ah, maafkan ini hanya pergulatan dalam otak dan hatiku saja, yang menangkap rasa ketidakadilan semalam.

Catatan ini juga ada di facebook, klik jeniwahyu@yahoo.com

Sabtu, 08 Agustus 2009

Sepekan yang Menyedihkan… Merpati ; Mbah Surip ; Si Burung Merak, Noordin Mati ; Derita Lapindo

Sedih ditinggal Mbah Surip Selasa 4 agustus lalu, oo pasti..
Secara mendadak menjadi penggemarnya belakangan sejak lagu-lagunya wira-wiri di tivi. Kepergian si mbah yang begitu tiba-tiba sanggup mengalahkan tragedi jatuhnya pesawat Merpati di Ampisibil Papua. Semua tayangan berita, menyuguhkan gambar Mbah, selengkap-lengkapnya dari perjalanan karirnya, ke-ngetopannya, hingga sampai raganya dimasukkan ke liat lahat secara live
Malah sehari jelang kepergiannya, salah satu stasiun tv menayangkan liputan aktifitas Mbah manggung, naik motor dibonceng Varid, anaknya, sampai demo membuat kopi kegemarannya. “ Pemirsa, Mbah lagi shooting membuat kopi sendiri. Airnya jangan penuh-penuh pemirsa, separuh saja,” kata Mbah saat disyut kamera tivi dan masih kuingat sampai aku menulis catatan ini. “Segerr”, imbuhnya lagi setelah mengaduk kopi sachet bikinannya dan menyeruputnya. 
Saat liputan itu ditayangkan, Mbah dikabarkan sedang sakit perut karena minum es. Feeling tidak enak saja. Dan tidak tahu kenapa, malamnya aku ingin menulis catatan tentang Mbah, “Man of the year “ 2009. Sempat juga berpikir, ah besok saja nulis yang banyak di laptop biar puas. Tapi sudahlah, rasanya harus malam itu. Susah payah aku mengetik di ponselku, dan jadilah catatan beberapa baris saja. Sekedar curhat kagumku terhadap Mbah, dan iklan salah satu provider selular yang dibintanginya.
Dan benar saja, siangnya, saat lagi siap-siap mau berkunjung ke rumah ortu, kepergian mendadak Mbah tersiar di televisi. Sedih, tapi begitulah adanya. Mati adalah pasti. 
Sempat merasa beruntung, karena sudah memberikan satu kekaguman dan rasa hormat padanya, lewat catatan ponsel yang aku ketik semalam sebelum Mbah tiada.

Dan saat Si burung Merak pun menyusul si Mbah...itu sudah kehendakNya…  

Ditemukannya si burung Merpati yang jatuh di Ampisibil, Bintang, Papua, tak urung membuat kita lega dan ikut berduka. Siapa sih yang tidak berharap, pesawat dan penumpangnya selamat meski harus menunggu bantuan berhari-hari. Dan lagi-lagi kuasaNya tak mampu dilawan. Mereka pun harus pergi meninggalkan orang-orang tercinta dalam penerbangan terakhirnya.

Noordin M Top tamat riwayatnya? Kita pun menarik napas lega dan bahkan bertepuk tangan keras. Ya, anggaplah akhir petualangannya itu sebagai pelipur lara kepergian tragis para korban bom, Mbah Surip, Si burung Merak, dan kisah sedih lainnya. 
Akan lebih puas lagi jika benar itu jenasah Noordin, kita bisa live pula menyaksikan terakhir kalinya wajah si gembong teroris itu. Sayangnya sampai detik ini, Noordin atau bukan belum bisa dipastikan. Huh…

Sepekan ini juga menjadi tragedi kemanusiaan bagi korban Lumpur Lapindo. Polda Jatim meng-SP3kan alias menutup kasus Lapindo alias Lapindo dinyatakan tidak bersalah terkait semburan Lumpur yang membuat ribuan warga menderita itu. Hwooooooi dimana letak keadilan ini ? gara-gara Lumpur panas brengsek itu warga jadi kena getahnya. Tragisnya lagi, derita berlipat-lipat korban Lumpur Lapindo itu kalah ekspose, karena berbarengan dengan aksi drama action di Kedu Temanggung dan Jati Asih Bekasi. 
Tidak tahulah siapa yang patut dipersalahkan, kalau semuanya tidak ada yang mau mengaku salah. Coba bayangkan, kalau benar 30 tahun lagi semburan itu baru berhenti.

Sejak awal semburan, baru pertengahan tahun 2008 lalu aku bisa live menyaksikannya. Maklum kelamaan di Bali, sudah lama tidak sempat menengok tempat kecilku dulu, Pandaan, yang otomatis jika aku bertolak dari Sidoarjo, lokasi Lumpur itu pasti kulalui. Hiii ngeri rasanya, setiap hari, tanggul lumpur ditinggikan. Kalau tiba-tiba jebol, tentu langsung melumat kendaraan yang melintas dibawahnya. Saat melintas malam hendak pulang ke Bali, kolam raksasa itu kulihat mengepulkan asap. 
Biar sajalah, mereka yang memulainya, leha-leha di kursinya, menikmati kemenangannya. Allah tidak tidur, biar Allah –lah yang mengirim azabnya.  

 

Rabu, 22 April 2009

Selalu Ngangenin Pempek Palembang di Bali


Biar aku bukan orang Palembang, tapi yang namanya pempek Palembang, aku sukaaa banget. Jadi ketagihan gini karena waktu kuliah di Jogja dulu dikenalin makanan itu ma teman-teman kos. 

Mulanya aku gak mau nyobain, eh sekali makan kok enak banget yah! Ampe sekarang deh jadi penggemar.
  

Tapi di Denpasar-Bali ini aku gak bisa lagi nemu pempek Palembang yang uenaak dan murah seperti di Jogja.. Ada sih depot yang jualan, tapi buat aku kok kurang mantap. Harganya mahal lagi.

Tahun 2000an, dengan duit Rp 5 ribuan aku bisa dapetin seporsi pempek kumplit dan kenyang. Gak dipotong ongkos jalan lagi. Soalnya, saban sore tukang pempeknya rajin lewat depan kos.

Di Denpasar, aku udah keliling-nyobain pempek Palembang. Ada yang buka counter di swalayan, depot, ampe kaki lima di kawasan jalan Teuku Umar.

Yah buat obat kangen, aku gak keberatan kok kalo harus bayar lebih mahal demi seporsi makanan favoritku yang terbuat dari ikan tengiri itu. 

Meski dalam hati, kecewa juga, kenapa gak se-maknyus dan semurah di Jogja-lah at least. Hehehehe
 

So
, biar dikata kalo lagi pengen banget, aku nyoba untuk nahan. Kalo ada duit jajan lebih atau habis gajian baru deh bisa hunting pempek. Bis, seporsi di Bali kurang ngenyangin dan bikin puas gitu. Bisa aja sih, tapi habis makan ada nyeselnya juga, kok mahal banget yah!.

Ehmm, jadi kangen Jogja… merindukan kehangatannya. Pempek Palembang juga tentunya. Terakhir ada acara ke kota gudeg 2 taon lalu, aku gak sempet wisata kuliner pempek. Duuh kapan yah bisa kesana lagi…

Aku juga pengen banget bisa ngajak suami wisata ke Sumatera, terutama Palembang. Pengen sarapan pempek tiap pagi saat liburan disana…

Kamis, 16 April 2009

Side Job , Entreprenuer ?

Want to Try


Enak juga yah sebenarnya kalo kita gak cuma ngandalin income utama aja. 
Alias punya pundi-pundi dana dari usaha sampingan yang kita jalani. Syukur-syukur usaha sampingan itu berkembang jadi pekerjaan utama dan jadi core penghasilan kita.
Tapi masalahnya, gak semua dari kita punya keberanian bikin usaha . Penyebabnya, udah buaanyak yang bahas seperti takut gagal, takut bangkrut, takut utang numpuk. Atau modal awal dari mana bla-bla-bla…

Dipikir-pikir, usaha sampingan gak harus dimulai dari gede-gedean. Gak ada yang nyuruh kan kalo misalnya tuh usaha harus dari bujet sekian puluh juta rupiah n more. Dari bujet minim pun bisa toh ?
Ya itu, lagi-lagi kita memang butuh tekad kuat. 

Ngomongin side job, aku dulu -yah sekitar pertengahan 2008- pernah juga nyoba. Usaha yang kupilih jual pulsa elektronik. Ngliat mereka-mereka yang udah duluan jual, kok jadi pengen. Gampang lagi, cuma maen ponsel aja.
Secara punya ponsel juga lebih dari satu. Daripada bisanya nggabisin pulsa- duit, kenapa gak dicoba diberdayakan buat cari duit to ?.

Akhirnya, jadi juga ngejalanin usaha itu. Bukan aku yang “ngerjain”, tapi adik sepupu. Kebetulan dia udah punya peta market yaitu teman-teman sekul-nya. Jadinya, aku “investor” nya dia yang “jalan”.

Soal gaji, kesepakatannya sih mingguan. Jadi tiap sabtu, atau aku pulang ke rumah-baru deh itung-itungan pemasukan sekalian bayar gaji.

Bangga juga sih, bisa menggaji karyawan hehehe meskipun baru satu orang. Tiap ada rejeki lebih or gajian, aku sempetin buat nambah modal.

Omzet
per minggunya nya sih saat itu belum ampe jutaan, tapi lumayanlah daripada sms-an or telpon gak jelas, kan mending buat usaha tuh ponsel.

Karena baru itungan bulan, berapa persisnya keuntungan sih belum keitung bener. Buatku yang penting modal gak berkurang, ada untung, dan bisa buat nggaji karyawan. Dan mentraktir pasangan. Say thanks for him. Dia yang ngomporin aku untuk nyoba usaha. Pas cari agen utamanya, dia juga setia nganter. Malah gak jarang, ikut nganter kulakan alias isi ulang pulsa. 

Buatku ngasi “kerjaan” ke adikku gini juga buat mendidik dia. Supaya tau juga kalo cari duit itu susah. Jadi ketika dapet uang, kita bisa menghargainya. Ya itung-itung, kalo mo nambah uang jajan itu harus sedikit kerja keras dulu. Jadi akan lebih terasa saat menikmati jerih payah itu…

Untuk sementara usaha sampingan itu terpaksa kuhentikan dulu. Kasian aja ma adikku yang mo ujian nasional. Jadi biar dia konsen belajar dan gak keganggu klien order pulsa, stop dulu tuh bisnis.

Soal saingan, mulanya kata adikku dia dikelas gak ada lawan. Klien banyak dan stok pulsa mesti ludes. Tapi makin kesininya, muncul juga pesaing. Makanya, omzet merosot. Ehm kecewa juga aku. But, memang gitu yah dunia bisnis, ada pesaing yang membuat kita jadi makin semangat.

Ow-iya, untuk referensi bacaan aku suka banget baca buku-buku motivator. Cerita-cerita pengusaha sukses Indonesia. Motivasi banget deh. Misalnya aja buku Orang Terkaya Indonesia 2007, yang ditulis Arifin Surya Nugraha, dkk. Sempat juga ikut kelas entrepreuner dengan pembicara pengusaha-pengusaha yang udah sukses seperti Purdi E. Chandra (Pendiri Primagama) dan Londen (Pemilik franchise Edam burger).  Ceritanya ada tugas liputan  pertemuan mereka, ya udah sekalian deh nimba ilmu.
  
Untuk buku, gak cukup sekali deh bacanya. Berulang-ulang, malah nambah semangat kita untuk jadi pengusaha sukses seperti mereka. Tinggal gimana kitanya.
So, Kenapa gak kreatif buka usaha dan membuka lapangan kerja. Bukannya malah kita yang sibuk cari kerjaan dan lebih senang jadi karyawan.

Beberapa hari lalu, waktu jalan ke toko buku-Togamas, eh ada brosur untuk buka toko buku-partner gitu.
Suamiku semangat sekali pengen mencoba. Aku aja yang masih pikir-pikir, gimana modal dsb. Sebenarnya asyik juga yah punya toko buku sendiri. Secara hobi kita juga baca buku, dan udah punya perpustakaan kecil-kecilan. 


Thanks for
Asty-Nurhasti Natalina di www.nurhasty.blogspot.com

 
Tulisan ini inspirasi setelah baca blog-mu…


Selasa, 14 April 2009

Hadiah Perkawinan Termahal





 
---Satu Hari nikmati Taman Sari Royal Heritage Spa---


Aku suka sekali berlama-lama mandi…Buatku, mandi bukan sekedar "ritual" wajib setiap hari dua kali sehari untuk membersihkan badan. Tapi, lebih dari itu. Makanya, gak heran, aku paling suka  menikmati “acara” mengasyikkan itu. Hehehe kata orang rumah, aku mandi 2 jam. Waaw…

Padahal, menurutku gak selama itu kaliii…Barangkali bisa jadi iya sih. Kalo mandi biasa (minus cuci perut n cuci rambut) setidaknya butuh waktu 15 menit. Nah, kalo mandi komplit, ya tinggal nambahin aja berapa waktunya, wkkkkk. Yang jelas, salah satu tempat ternyaman adalah kamar mandi. Makanya, jika udah masuk ruangan yang satu itu, aku gak bisa diganggu gugat. Bersyukur, di rumah kamar mandi lebih dari satu. Jadi kalo misalnya ada yang pengen ke ruangan itu, gak sampe belingsatan menungguku…

Berlama-lama  mandi inilah yang akhirnya mengantarkan aku dan pasangan (calon suami saat itu) bisa menikmati paket pre wedding di Taman Sari Royal Heritage Spa-Mustika Ratu di Bali. Totalnya senilai hampir Rp 6 juta. Wah pengalaman tak terlupakan seumur hidup.

Kok bisa? Hadiah itu kudapatkan saat mengikuti kuis Wedding di tabloid Nyata pertengahan tahun 2008 lalu. Bukan kebetulan, waktu itu tabloid yang gak pernah absen kubaca itu sedang membahas lengkap tentang pernikahan. Nah, menariknya ada kuisnya pula. Hadiah yang ditawarkan sebenarnya beragam. Kita boleh pilih salah satu. Hadiah utamanya paket pre wedding itu, sedangkan hadiah lainnya mulai dari paket hantaran kosmetik, obat, dan beberapa lainnya. Kuis yang diberikan tergolong gampang. Lha wong Cuma ngisi formulir dengan  identitas lengkap, cara dapetin tabloid majalah, dan kapan menikah.

Aku pikir apa salahnya ikutan. Cuma butuh faktor luck aja untuk ngedapetin hadiahnya. Dengan yakin, kucontreng aja pilihan hadiah utama yang kuinginkan. Pas dengan acara pernikahanku di bulan Oktober.
Tak lupa, saat mengirim form kuberitahu pacar dan minta doa supaya bisa beruntung. “ Hadiahnya ini buat berdua lho,” kataku saat itu.

Dan alhamdulillah, saat pengumuman , aku yang sudah yakin bakal beruntung memang mendapatkan namaku tercantum sebagai salah satu pemenang hadiah utama. Total ada 3 pemenang di hadiah utama itu.

Wiiih-wiiih sudah terbayang perawatan ala putri Indonesia yang bakal kudapatkan. Heboh banget deh aku tau kalo jadi pemenang. Segera kuhubungi  pacar, orang rumah, ampe teman kantor. 
Ya, aku percaya, orang yang akan menikah itu pasti dilancarkan rejeki dan keinginannya. So, buat yang baca tulisan ini dan berniat akan menikah, segerakanlah, karena Allah pasti memudahkan niat baik kita.

Bukannya nyombong, untuk urusan keberuntungan ini, aku sering merasakannya. Dari lucky draw guling boneka saat belanja di swalayan, t-shirt, ampe ponsel jutaan, aku pernah mendapatkannya. Dan paket perawatan yang kuimpikan ini menjadi hadiah termahal yang kuterima.

Sekitar sebulan, voucher hadiah kuterima dan ku-reservasi ke Taman Sari Royal Heritage Spa di Perumahan Mumbul Nusa Dua-Bali. Oya, hadiah utama itu hanya tertentu aja, misalnya untuk peserta Yogya, Batam, Bali, dan Jakarta. Karena gak ditanggung transportasi dan akomodasi ke lokasi.

Setelah reservasi dan dapat jadwal perawatan, aku dan calon suami gak sabar deh mendapat perawatan itu. Memang lokasinya lumayan jauh di luar kota dan rumah, tapi ga papalah-kita jabanin aja.

Untuk urusan spa, aku memang gak katrok banget sih. Pernahlah mencicipi spa di rumah spa. Cuman, yang tarifnya paling mahal ya hadiah ini.

Singkatnya, sebelum perawatan, kita disodori sejumlah pertanyaan. Mulai dari wangi-wangian apa yang kita inginkan, luluran pake apa, alergi gak, bla-bla…
Sambil ngisi form itu, kuping dimanja alunan musik gamelan dan minuman jahe anget. Hmmmm, nikmat.

Nah, pas perawatannya, lumayan lama bow! Ada sekitar 4,5 jam. Dari nyemplung kolam renang untuk pemanasan, therapy, dan jacuzzy. I Loved that so much!. Instrukturnya telaten banget dan ramah (yaiyalah-paket mahal gitu loh). Abis maen air, kita digiring untuk facial. Teyuus, nikmatin pijat yang enak banget ampe ga bisa ngomong. Dan mandi susu.
Duuh, kapan lagi ya seperti itu. Meski memang gak bo’ong juga, karena saking lamanya ampe kerasa bosen, hehehe plus kelaperan. Syukurnya sih, kita juga dijamu minuman dan cemilan pengganjal perut, hmmm yummy!
   
Kelar perawatan, kita berdua berasa seger banget. Serasa princess and prince Keraton. Kulit berasa lembut, putih bersinar, dan relaks.

Yang bikin kaget juga, beberapa minggu setelah perawatan, eh kita dapet telpon dari staf Taman Sari. Dia bilang, kita masih punya jatah sekali kunjungan lagi untuk perawatan. Duuh, jadi gimana gitu! Kaget juga sih.
 Ya, karena waktu itu kita udah kelar acara nikah, aku bilang aja kalo cukup sekali itu aja. Dan silakan dipake oleh staf (baiik khan kita dan gak aji mumpung-mumpung gratis). Sayangnya, tuh paket gak bisa dihibahin, hiihihiii….hangus deh. 

Jika inget hadiah itu, aku ngerasa sangat bersyukur…Salah satu hadiah yang tak terlupakan….


Kamis, 02 April 2009

Jeni-Han Wedding




ThE GReAT MoMenT

  Sesi Foto Pre Wedding yang Ooooowwww 

Ngikuti berita selebriti, ehmmm salah satu agenda tetapku. Gak lewat tayangan infotainment, tapi juga di majalah or tabloid. 

Tapi, honestly, aku paling suka jika ada seleb yang nikah. Pasti aku pantengin deh, step-step persiapan pernikahan mereka yang diliput oleh media. 

Beberapa yang paling menarik buat aku adalah kartu undangan, cenderamata, foto-foto pre wedding, design and fitting baju pengantin. Inspirasi banget deh buat aku.

Sebelum aku ngalami sendiri the wedding itu, aku juga lumayan gila ama majalah-majalah pernikahan. Gak heran, aku juga ampe ngoleksi sejumlah eksemplar majalah kawinan itu, meskipun aku tau yah gak bakalan mampu jika meniru abiss. Muahalll bo!. 

Dan ketika saatnya itu tiba…hari-H wedding-ku ma calon udah ditentukan. Layaknya persiapan selebritis itu, wkkkkkk, kita pun juga mulai bersibuk ria prepare. Mulai dari cari model kebaya n jas pengantin, tema undangan plus foto pre wedding-nya, tema party, sewa baju pengantin, bla-bla-bla….

Ribet juga ternyata yah…Gimana gak ribet, kalau kita juga gak bisa nekat dengan keinginan kita sendiri. Harus mau kompromi gitu dengan usulan ortu n anggota keluarga yang lain.


Salah satu yang membuat aku bakalan lupa adalah saat persiapan adalah foto pre wedding yang sekaligus bakal kita jadikan cover kartu undangan.. Thank’s God, kita berdua sih gak perlu nyiapin budget khusus foto.  Fotografernya. Teman sendiri sih…Lokasi juga hasil pilihan pacar ( sekarang suami) dan gak perlu sewa. Untuk baju pemotretan, kita putusin satu aja alias gak gonta-ganti. Baju pacar hasil pinjaman jas papa, dan aku modal sendiri-… lagi-lagi masih bersyukur, untuk baju pemotretanku belinya gak mahal-mahal amat, tapi pantas dan okelah buat foto pre wed yang Insya Allah sekali sampai mati.

Ups ya, karena temanya main panahan, khusus property itu kita pinjem. Untuk make up-nya, ooowwww-ooowww ini dia, dandan sendiri. Karena low budget di pos narsis ini jadi mesti pinter-pinter khan cari ide? Hahhaha…
Soal tema foto itu, boleh bangga itu adalah ide suami. Grand temanya adalah sport. Secara suami peliput olahraga. Jadi maunya, gak jauh-jauh ama profesinya itu.  
Nah Kalo akhirnya yang terpilih olahraga panahan, iya katanya main panahan itu butuh konsentrasi untuk membidik satu titik atau tujuan. Dan tentunya butuh kekompakan pula kalo satu bidikan itu dilakukan oleh pasangan. Kira-kira gitu deh, so deeply theme deh. Dan mudah-mudahan gak cuma tergambar dalam foto aja, tapi juga bisa terealisasi, amiiin…

Aku ma suami akhirnya ngerasain juga gimana capeknya foto jelang nikah itu. Awalnya sih kita mikir, bakalan santai. Yups, emang sih santai, tapi pegel juga. Puluhan jepretan kita mesti action ma properti busur yang ampyun beratnya itu. Pegel-pegel deh tangan. Mana gak cuma sepuluh kali jepret tapi ada kali seribu kali jepret. 

Salah kita sendiri gak pake perhitungan bawa asistan. Minimal buat ambil-ambil keperluan kecil macam tisu, bedak, or apa kek untuk menunjang perfect-nya hasil potret. Jadinya buat touch up dandanan, lagi-lagi sendiri. Kebetulan kita ambil lokasi foto di lapangan bola Kompyang Sujana Denpasar, mulai pemotretan saat matahari lagi panas-panasnya… 

 Sebenarnya, dalam pernikahan impianku, kartu undangan termasuk foto pre wed-nya itu berlatar warna merah. Tapi, setelah hasil foto jadi, kok keren banget ya latar hijau rumputnya. Jadi ya udahlah, kita putusin tetep background hijau itu aja. Daripada diubah merah yang belum tentu keren. 
  

Alhamdulillah, hasil akhirnya setelah dicetak, keren banget.. Bayangkan aja, panahan yang sporty abiss itu bisa lebih soft dan romantis dengan dandanan kita ala Robin Hood and yayangnya yang seperti putri Bali…hehehehe. Dan yang membuat aku gak bakal lupa, habis kita nikah pun, kartu undangan itu tetap menuai pujian. Malah ada pula beberapa teman yang terinspirasi. Nah, udah liat fotonya khan? gimana ?

Minggu, 29 Maret 2009

Facebook Oh Facebook, Refleksi Situ Gintung, Senang Lihat Orang Susah, Susah Lihat Orang Senang

Jeni menulis
…Duuh kapan ya, musibah gak menghampiri Indonesia.. Semua memang atas kehendakNya. Seperti sehelai daun yang gak bakal gugur tanpa seizin sang pencipta.

 Headline semua media, termasuk status terkini anggota facebook Indonesia, memberikan perhatian kepada musibah jebolnya Situ Gintung, Ciputat, Tangerang Selatan di Jum’at subuh (27/3). Lokasi menawan yang sebelumnya menjadi salah satu alternatif wisata bahkan lokasi syuting itu dalam hitungan detik berubah menjadi lokasi memilukan dan kuburan masal sementara.
Orang-orang tercinta ada yang terkubur disitu, sebelum akhirnya puluhan ditemukan dan terpisah selamanya dengan anggota keluarga yang selamat. Ratusan lagi belum ditemukan hingga Minggu malam (29/3) ini.

Kita (Aku) hanya bisa membayangkan bagaimana pilunya tertimpa musibah dahsyat itu. Terpisah jiwa raga selamanya dengan orang-orang yang kita kasihi. Padahal menit sebelumnya mungkin kita masih terlelap dalam pelukannya. Ada si kecil yang asyik menyusu sang bunda, ada suami tersayang yang bersiap mengambil air wudlhu shalat shubuh dan membangunkan istri dan anak-anak untuk shalat berjamaah. Ya Allah, terima mereka dengan senyum.

Tapi, entahlah mungkin benar ada ungkapan Senang Melihat Orang Susah, Susah Melihat Orang Senang. Ditengah derita para korban, ada juga yang ulah “simpatisan” yang membuat miris. Seperti ditulis Jawa Pos Minggu (29/3). Ber-title : Jadi Tontonan, Korban Geram. Membaca tubuh berita paragraph per paragraph sungguh membuatku memaki dalam hati. 
Beberapa kutulis isi asli berita yang kumaksud.
 Dihalaman sambungan berita Jawa Pos Minggu (29/3) tertulis Kedatangan banyak orang sama sekali tidak menghibur keluarga korban. Salah satunya dirasakan Suyah, 55, yang berduka karena kehilangan ibu, adik, dan dua keponakannya. “ Kita jadi kayak tontonan, padahal kita sedang berduka, “ kata Suyah lirih.  
“ Padahal, saya mau menguburkan adik saya. Ini seperti bukan tempat bencana, tapi taman rekreasi, “ kata Suyah.
Yang lebih mengenaskan, sejumlah pengunjung memanfaatkan lokasi musibah Situ Gintung untuk berfoto-foto. Pengunjung, baik dari kalangan muda, orang tua, menengah, dan atas berusaha mengabadikan diri dengan latar belakang kerusakan permukiman yang sebetulnya mengenaskan itu. 
Bahkan ada juga yang sengaja datang untuk mendapat gambar latar belakang foto yang akan dimuat di situs pertemanan facebook. Salah satunya Iqbal, seorang karyawan, 29. “ Selain mau lihat lokasi, saya juga mau foto-foto buat dokumentasi pribadi. Kemungkinan mau saya taruh di facebook, ujar pria yang berdomisili di Ciputat, Tangerang.
 
Masih di berita utama sambungan Jawa Pos Minggu (29/3), ada lagi yang tak kalah “dahsyat” komentarnya. Seperti pengakuan seorang ibu bernama Neni Haryati. Dia mengaku tidak mencari anggota keluarganya yang mungkin jadi korban. Bersama anak dan suami, Neni bilang penasaran dengan berita dari sebuah media yang menyebut bencana Situ Gintung sedahsyat tsunami Aceh. Bagaimana kesannya setelah melihat langsung? “ Keren banget kayak tsunami,” kata Neni.
 
Tega banget ya, masih bisa menikmati musibah itu. Gak peka dengan penderitaan orang lain! Mentang-mentang tidak mengalami musibah!
Sebenarnya cukuplah mereka yang berkepentingan berada di sekitar lokasi bencana itu. Seperti para pewarta berita, fotografer, kameraman, tim SAR dan relawan lain yang bekerja, kalau memang niat datang hanya untuk menikmati penderitaan korban. Bukannya malah berjubel-jubel di sekitar lokasi, menonton orang bekerja mencari jenazah, senyam-senyum sambil berponsel mengabari keluarga saat disyut live kamera tv. Inilah salah satu perilaku “hina” kita dan benarlah ungkapan yang pernah aku baca itu, Senang melihat Orang Susah, Susah Melihat Orang Senang. Semoga kita tidak termasuk di dalamnya.

Kembali mengutip isi berita utama Jawa Pos Minggu (29/3), warga yang berduyun-duyun melihat bencana, menurut ahli hokum lingkungan Dr. Suparto Wijoyo, merupakan bentuk euphoria masyarakat terhadap kejadian dramatis. Pengamat sosial dari Universitas Airlangga itu menilai warga ingin menjadi bagian dari sebuah kejadian yang dicitrakan secara terus menerus oleh televisi dan media lain. “ Jadi, seolah-olah bencana itu jadi tujuan wisata,” ujarnya. Padahal, sebenarnya, tragedi Situ Gintung merupakan kejahatan pemerintahan. “ Karena dicitrakan secara langsung dan terus menerus, muncul kesan bahwa berada di lokasi bencana itu heroik, hebat, mengikuti perkembangan. Rakyat jadi lupa penyebab utama tragedi itu,” ujarnya. 

Aku juga sepakat dengan pernyataan Suparto yang mendesak penyelidikan terhadap jebolnya Situ Gintung. Menurutnya, itu bukan bencana tanpa sanksi hukum. Karena menurut UU No.26 tahun 2007 hal itu merupakan kejahatan tata ruang.

Suparto juga mengatakan, masyarakat yang sekedar menonton di lokasi juga tidak bisa disalahkan. Dia bilang, secara etis, memang kurang tepat karena banyak yang berduka sementara mereka hanya berfoto-foto. Tapi, bisa juga diambil sisi lain bahwa ada peningkatan kesadaran sosial masyarakat terhadap suatu peristiwa.

Kalo dipikir-pikir dan benar juga kata suamiku saat diskusi kecil sambil nge-teh sore tadi. Media mungkin terlalu berlebihan dalam memberitakan suatu kejadian. Bagaimana tidak berlebihan, karena lokasi musibah di Ibukota, ikon Indonesia. Dan semua peristiwa di ibukota, adalah berita yang wajib diberitakan. “ Coba kalo kejadian seperti itu di daerah lain, seperti di Papua, apakah juga diberitakan ramai seperti Situ Gintung,” celetuknya.

-Kukembalikan hal ini kepada hati nurani- 

Tulisan ini juga ada di Facebook Jeni.

Rabu, 25 Maret 2009

Smart Shopping Miss Jinjing, Belanja Sampai Mati

Belanja….catatan pertamaku rupanya harus aku edit lagi. Hehehe, rasanya belum puas aja kalo ada beberapa hal yang tertinggal.

Amelia Masniari memang gemulai menuangkan seluruh pengalamannya berbelanja ke dalam bukunya. Ya, barangkali ada seratus ribu orang di Indonesia atau bahkan lebih yang dianugerahi Tuhan dengan materi yang cukup sehingga bisa menjejak kaki ke berbagai belahan dunia untuk jalan-jalan dan berbelanja . Tapi, yang bisa membagi dengan baik cerita termasuk pengalaman yang miliki, mungkin baru Amelia. 

Sebelum aku tulis catatan kedua ini, aku sempat baca komen teman sisterku tentang yang aku tulis. Dia tanya apa di buku Miss Jinjing, Belanja Sampai Mati itu tertulis pula cara ngerem hobi belanja. Hehehe, namanya hobi, pasti susah ya dihilangin. Apalagi hobi menyenangkan seperti belanja itu. Meski gak jarang, kelar belanja kita baru nyadar kalo isi dompet udah jebol, hiks-hik-hiks. But, jangan khawatir, hobi asyik itu masih tetap masih bisa lanjut kok. Ya, asalkan kita belanja dengan smart, seperti message Amy-sapaan Amelia di bukunya.

Oww iya, mulanya aku juga penasaran dengan profil Mbak Amy . Bayangkan aja, dia rela ngabisin duit puluhan juta n more tiap kali shopping untuk memborong branded items . Apa gak marah tuh suaminya, pikirku. Biar gak penasaran, aku jahil nanya hal itu ke Mbak Amy via email. Dan tahukah, jawabannya? Dia bilang buat hobinya itu dia gak pernah pake duit suaminya. Dia pake hasil keringat sendiri. Work Hard, Spend Hard, kata si Mbak. 

Di buku bercover deretan tas belanja itu, banyak pengetahuan umum yang bisa kita ambil. Misalnya nih, ternyata Indonesia juga punya lho produk-produk oke yang gak kalah ama items bermerk dari luar negeri. Labelnya Bagteria yang merupakan produk Indonesia. 

Ada lagi nih, produk alas kaki Nilou, disebut pula di buku Miss Jinjing. Mungkin sudah banyak yang tau, label Nilou yang designernya dari Bali ini juga udah menembus mancanegara. Aku pernah ketemu langsung ma Ni Luh (nama lengkapnya aku lupa) pemilik Nilou saat dia pameran di Bali Fashion Week 2007 lalu di Discovery Kartika Plaza Hotel-Kuta, Bali. Karyanya keren-keren loh!. Makanya banyak yang gandrung, misalnya aja pasar Australia, dan sejumlah negara lainnya. Selain bikin alas kaki, dia juga bikin tas, ikat pinggang, clutch bag yang gak kalah keren. 

Oke, selamat berbelanja and keep smart shopping. 




 

Selasa, 24 Maret 2009

Hobi Shopping? Kurang komplet deh kalo belum baca Miss Jinjing, Belanja Sampai Mati



Denpasar, 24 Maret 2009 Jeni  menulis

Shopping, ehm jadi aktifitas menyenangkan bagi banyak penggemarnya. Dari yang belanja serius (belanja beneran) ampe ikutannya, seperti window shopping.

Stres karena kerjaan, konon bisa terganti setelah kita bawa stress itu ke mall, butik, or lokasi belanja lainnya. 

Buat yang suka shopping, pasti rela banget keluar masuk mall. Meski ujung-ujungnya, tas belanjaan kita cuma isi sepotong t-shirt, hhahaha yang pasti puas doong!.

Gak jauh-jauh sih, kayak aku ini di zaman kuliah dulu. Pernah, karena capek urusan kuliah, aku coba jjs. Ngilangin suntuk maksudnya. Kebetulan karena aku kul-nya di Jogya, (lokasi belanjanya lupa) aku keliling di 3 tempat sekaligus dengan modal dengkul alias jalan kaki. Kebayang kan, aku jalan kaki sepanjang Malioboro. Dari ujung ke –ujung, n balik lagi ke ujung. 
Tapi kalo sekarang, disuruh gitu lagi, hehehe kayaknya nggak banget deh!. 

Belanja di luar negeri? Siapa sih yang gak pengen. Bayangin aja kita jalan di Milan-Italia, Paris, New York, Tiongkok or Singapura. Keluar masuk tempat-tempat belanja yang oke. Memang dompet tebel sekaligus kartu kredit, setidaknya udah bisa bikin kita aman dan nyaman shopping. Tapi apa iya? Salah satu problemnya, kalo kita gak expert belanja di LN, bisa-bisa yang kita dapat cuma kecewa. Penyebabnya diantaranya nih, kita gak tau tempat alias kesasar. Nah, kalo ngincar barang bermerk, gak tertututup kemungkinan malah barang aspal yang kita beli. Rugi khan?

So, buat yang pengen nambah pengalaman asyiknya belanja dalam n mancanegara, coba deh baca Miss Jinjing, Belanja Sampai Mati yang ditulis Amelia Masniari.

Bukunya aku labelin bintang 5 deh. Karena pengalaman pribadinya sendiri, tulisannya mengalir lancar dan enak dibaca. Malah dibaca berulangkali pun, tetep gak bikin bosen. Banyak ilmu yang bisa ambil. Seperti aku nih yang belum pernah jalan ke LN, someday ilmu di buku bersampul orange itu aku praktekin kalo ada kesempatan terbang belanja kesana. Tips lainnya juga usefull. Jadi, gak rugi kok kalo buku setebal 192 halaman itu kita koleksi, buat yang belum punya dan tertarik, of course!.

Mungkin buat yang udah baca buku itu, sebagian ada yang ngerasa kalo si penulis pamer. Tapi buat aku, gak ada kesan pamer-pamernya kok. Yang ada, dia bagi ilmu dan pengalaman yang dia miliki. 

Awalnya aku tau ada buku itu, saat baca Nyata. Di tabloid yang terbit tiap hari senin itu ditulis profil lengkap Amelia dan buku barunya itu. Sebelum terbit buku, dia sebelumnya udah nulis-nulis diblog. Penggemar blognya pun buanyaak banget. Hehehe, justru aku yang telat gak liat dulu blognya. Tertarik ma isi lengkap bukunya itu, saat jalan ke toko ma suami aku beli deh tuh buku. Serunya, aku juga ngomporin suami untuk ikutan baca. Dan berhasil! Suamiku tergelitik ikut baca. Dia juga comment, kalo buku Miss Jinjing bagus. Bukan maksudku promo sih, secara aku juga gak kenal ma penulisnya. Tapi apa salahnya menambah pahala dengan berbagi info dan merekomendasikan ilmu. Agree?  
Ow iya, mbak Amelia Masniari juga welcome banget ma komentar yang masuk di emailnya. Kelar baca Miss Jinjing, aku ngimel si-mbak penulis. Wah cepet banget loh dia ngebalesnya. Padahal aku yakin, inbox emailnya gak hanya dari aku.  

Any comment